Aku masih tidak
percaya ketika bangun keesokan harinya. Kami berdua sudah di Seoul! Fyi, kami tinggal di sebuah guesthouse bernama Seoulwise Guesthouse,
termasuk kategori bagus kok untuk 2
orang dan yang membuat kami tambah senang selain tempatnya bersih dan nyaman,
Young, pemilik guesthouse memberi kami
kupon diskon untuk masuk ke Everland dan Lotte World (keduanya adalah amusement park terkenal di Korea
Selatan). So, setelah mengembalikan energi selama beberapa jam (kami baru tidur
jam 2.00 KST), kami langsung siap-siap untuk berangkat.
Sejatinya, aku dan Rany telah
mengatur itinerary sejak dari
Surabaya. Sudah kepo (repot sendiri) ngurus itinerary
bahkan dari jauh-jauh hari karena terlalu excitednya.
Di hari kedua ini, kami berencana mengunjungi Myeongdong dan Namsan Tower,
karena kami ngerasa rutenya sejalan. Kita mulai petualangan kita dengan
berjalan kaki, keluar dari guesthouse dan menuju ke subway station. Guesthouse kami berada di daerah Hongdae (Hongik
University) exit 2. Hongdae, singkatan dari Hongik Daehakyo (Daehakyo :
university) sendiri merupakan daerah yang terkenal dengan youthnya, karena di sinilah pusatnya anak muda, banyak sekali klub
dan tempat hiburan untuk anak muda. Secara total, Hongdae memiliki 9 exit dan
kebetulan kita di exit 2.
Pemandangan gedung bertingkat,
jalanan bersih dan rapi, orang-orang bersepeda, dan cewek-cewek cantik lalu
lalang mungkin jarang kita dapat di Indonesia, tapi begitulah di Seoul.
Semuanya tertib dan teratur, berjualan pun meski ada PKL, itupun hanya satu
atau dua saja. Mereka berjualan pun tidak sampai menyebabkan kemacetan.
Sesampainya di subway station, kami harus menemukan cara ke Myeongdong. Jadi
karena tanpa tour guide, kita harus
mencari sendiri. Percayalah, kalau kalian mau pergi ke Seoul tanpa tour guide, kalian bisa! Tulisan di sana
sudah dilengkapi dengan bahasa inggris, tidak semua tulisan hanya hangul saja.
Di dalam subway pun masih terdapat toko-toko, ada yang berjualan makanan dan
minuman, baju, serta kios-kios kecil lainnya. Kami menunggu kereta dengan
tertib. Yang bikin aku kaget, ada juga cewe dandan cantik banget pake hotpant, blazer, kaos, dan high heels. Mana high heelsnya
tinggi banget! Mungkin dia sudah terbiasa ya naik subway dengan heels setinggi itu (selama di kereta dia
berdiri terus dan tidak berpegangan).
Sesampainya di Myeongdong,
keluar dari station, mata kami langsung berbinar-binar. Di kanan kiri sepanjang
kami melihat, semuanya toko kosmetik dan tentu saja harganya jauh lebih murah
dibandingkan di Indonesia. Jantung langsung berdebar dengan kencang dan tidak
sabar untuk menjelajahi Myeongdong. Beberapa produk kosmetik bahkan tidak ada
di Indonesia, so, ini kesempatan kami untuk berkeliling sepuasnya. Mulai dari
Nature Republic, Nail Olive, It’s Skin, Skin 79, Holika Holika, The Face Shop,
Skin Food, Etude House, Tony Moly, Missha, Laneige, Talent Cosmetic, Beaute,
dan lain-lain. Harganya pun beragam, namun setiap toko rata-rata sama. Kami
mendapatkan sabun cuci muka di Etude House maupun The Face Shop dan Holika
Holika seharga 3,000 won atau Rp 25.000,00 saja. Sedangkan di Indonesia, sabun
cuci muka yang sama bisa mencapai Rp 75.000,00. Eyeliner pensil Nature Republic bisa dibawa pulang dengan mengganti
sebesar 2,000 won atau Rp 17.000,00 saja.
Tidak hanya kosmetik yang
merajalela di Seoul, namun secara hallyu
lagi booming-boomingnya, hampir di setiap sudut jalan kita dapat melihat
gerobak ataupun toko yang menjual berbagai aksesoris K-Pop. Toko-toko yang
memutar lagu K-Pop juga tidak jarang. Kami jadi merasa seperti ada di rumah.
Aku mendapat tugas (baca : titipan) dari teman untuk membeli semua CD dan DVD
Girls Generation. Dia adalah fans Girls Generation dan dia tahu kalau beli di
Korea Selatan langsung, harganya pasti jatuh lebih murah. So, misi kita adalah
mencari CD dan DVD Girls Generation yang termurah. Kita masuk ke Myeongdong
Underground Station karena menurut info dari buku, di situlah yang paling
murah. Sempat masuk ke salah satu toko, Rany membeli album Miss A ‘Touch’
seharga 15,000 won (Rp 127.500,00). Namun ketika masuk lebih dalam lagi, ada
sebuah toko yang menjual CD dan DVD K-Pop dengan harga yang lebih murah! Album
Miss A ‘Touch’ yangs ama dijual hanya dengan 11,000 won (Rp 93.500,00).
Akhirnya aku membeli semua CD dan DVD Girls Generation yang ada. Tidak lupa
juga membeli beberapa aksesoris lainnya (mumpung murah).
Sebagai pecinta K-Pop, kami
tidak kelewatan mengunjungi Everysing yang satu atap dengan SPAO. Everysing
yang dimiliki oleh SM Town adalah sebuah toko yang menjual CD dan DVD K-Pop
khususnya artis-artis di bawah naungan SM Town, namun ternyata ketika kami
sampai di sana, banyak juga CD dan DVD artis-artis K-Pop lainnya yang tidak
berlabel SM Town. Namun harganya jauh lebih mahal di Everysing. Selain menjual
CD dan DVD, bagi fans setia artis-artis SM Town juga dapat membeli aksesoris
asli seperti mug, pigura, pictorial book, cokelat, bahkan foto stiker bersama
idola (artisnya sih tidak ada, tapi kita bisa berfoto seakan-akan bersama sang
artis idola). Sayang sekali waktu kita mau foto mesinnya rusak semua. Mungkin
tidak berjodoh ya. *mengusap air mata* Tidak ketinggalan ruangan kecil untuk
berkaraoke ria dengan lagu-lagu K-Pop. Namun, tidak lama di sana kami segera
keluar mengingat masih banyak tempat yang harus kami kunjungi.
Myeongdong benar-benar luas
dan tentu saja surga belanja bagi kaum shopaholic.
Kami tidak belanja banyak hari itu (takut uang habis di hari pertama karena
kalap). Kami sempat masuk ke Forever 21 di Myeongdong dan Rany keluar dengan
membawa blazer seharga 25,000 won (Rp 212.5000,00). Tidak boleh terlewatkan,
aku dan Rany juga mencoba es krim parfait setinggi 32 cm. Waktu itu kami hanya
membacanya di buku, namun tidak menyangka kita bisa menikmati es krim itu. Es
krimnya memang tinggi banget, kita bisa menggabungkan 2 rasa yang kita mau dan
bisa didapatkan dengan harga 2,000 won saja atau Rp 17.000,00. Di Indonesia
saja satu cup es krim kecil bisa
mencapai Rp 60.000,00, meski rasa enaknya hampir sama. Kami memesan
vanilla-green tea dan karena takut tidak habis, kami memesan satu es krim untuk
berdua. Untung tidak pesan dua, makan satu gitu saja sudah kenyang sekali.
Perjalanan terus berlanjut,
matahari semakin terik, peluh sudah mengalir, kaki sudah hampir tidak bisa
dirasakan lagi, namun kami tahu masih ada destinasi berikutnya. Aku dan Rany
sempat duduk-duduk sejenak di pinggir jalan seraya mengistirahatkan kaki.
Anehnya, tempat duduk di pinggir jalan untuk di Seoul menurutku termasuk minim,
bila dibandingkan dengan Singapura. Akhirnya kami hanya duduk-duduk di pinggir
jalan. Kami berdua memakai flat shoes,
dan mungkin itu merupakan salah satu kesalahan kami. Lebih dari 95% penduduk di
Seoul yang kami temui menggunakan sepatu olahraga. Meskipun bajunya
modis-modis, namun sepatu yang mereka gunakan kebanyakan sport shoes. Tidak heran betis mereka termasuk besar karena
sehari-hari, untuk pergi ke suatu tempat mereka menempuhnya dengan berjalan
kaki. Maklum kalau kami berdua capek setengah mati berjalan segitu jauhnya, di
Indonesia terbiasanya hanya gas dan rem mobil.
Hampir putus asa, namun kami
tahu bahwa perjalanan ke Namsan Seoul Tower masih menunggu, jadi kami putuskan
untuk tetap melangkah, setelah dirasa kaki cukup kuat untuk berjalan lagi. Kami
harus mencari Daehan Cinema, di exit Myeongdong yang lain, lalu dari sana, kami
harus naik shuttle bus untuk mencapai Namsan Seoul Tower. Aku pribadi senang
dengan daerah Namsan karena lebih ‘hijau’, banyak pepohonan dan taman. Namsan
Tower sendiri berada di daerah pegunungan Namsan, dimana banyak manula yang
melakukan jogging di sana (hebat!). Setelah sampai di pemberhentian Namsan
Seoul Tower, aku dan Rany mencari jalan masuknya. Towernya sih kelihatan, tapi
jalan masuknya lewat mana nih? Akhirnya kita melihat tanda masuk dan mengikuti
segerombolan turis dari China. Tempatnya memang bagus banget, tapi kaki hampir
tidak mau kompromi. Saat bulan Juni kemarin kami ke sana, di Seoul ternyata
lagi transisi dari musim semi ke musim panas, jadi angin masih bertiup dengan
kencang pula. Tidak jarang mata kami kelilipan. Namun, kami tetap menapaki
jalan panjang menuju Namsan Seoul Tower tersebut.
Ternyata benar, meski kaki
sudah semakin loyo, namun pemandangan dari atas benar-benar superb! Kota Seoul dari atas benar-benar
indah, komposisi warnanya pas sekali. Dominasi warna biru dan hijau ditemani
warna putih, abu-abu, dan cokelat yang pas menemani di sekitarnya. Setelah
mengistirahatkan kaki sejenak dan melihat sekeliling, kami langsung lanjut
foto-foto dan mengitari Namsan Seoul Tower. Kalau kalian tahu love lock, maka waktu kami ke sana,
entah sudah ada ratusan ribu gembok yang dipasang di deck Namsan Seoul Tower. Tradisi tersebut ternyata sudah dimulai
sejak tahun 1990an dan pasangan yang memasang gembok di sana percaya bahwa
hubungannya dengan kekasih akan bertahan hingga maut memisahkan (ehciye..).
view dari Namsan Tower
love lock.
Selain mengitari Namsan Seoul
Tower, kami juga tidak melewatkan masuk ke Teddy Bear Museum. Selain di Namsan
Seoul Tower, Teddy Bear Museum juga terdapat di Pulau Jeju. Namun sayangnya,
Jeju tidak masuk dalam itinerary kami. Untuk orang dewasa tinggal membayar
sebesar 8,000 won (Rp 65.000,00) untuk masuk ke Teddy Bear Museum. Sebenarnya
ada tiket terusan juga ke Observatory Deck, tapi kita memutuskan untuk tidak
naik ke sana (tiket Observatory Deck sebesar 9,000 won, kalau mengambil tiket
terusan mendapat diskon menjadi 16,000 won).
Ketika masuk ke Teddy Bear
Museum, tentu saja aku senang sekali. Melihat boneka beruang yang bisa bergerak
sendiri, miniatur yang begitu detail dan kompleks, serta penjelasan yang
lengkap (meski tidak semua dibaca). Jadi, museum lucu ini dibagi menjadi dua,
untuk hall pertama berisi sejarah Korea Selatan dari dinasti awal, yaitu
dinasti Joseon, hingga Korea Selatan pada zaman dahulu. Banyak
miniatur-miniatur beruang yang menceritakan kehidupan masyarakat Korea Selatan
di zaman dahulu. Selesai menikmati hall pertama, kita bisa langsung lanjut ke
hall kedua dengan menunjukkan tiket yang sama.
Di hall kedua, dimulailah
kehidupan Korea Selatan pada tahun-tahun awal, dimana Korea Selatan memasuki
era modern. Mulai banyak gereja, ada konser, pertunjukkan hip hop, suasanan di kebun binatang, pernikahan, bahkan miniatur
daerah elit di Korea Selatan dengan toko-toko brand ternama seperti Hermes,
Louis Vuitton, Giorgio Armani, dan lain-lain. Hampir mendekati pintu keluar,
terdapat boneka beruang raksasa dari drama Korea terkenal Goong (Yoon Eun Hye dan Joo Ji Hoon). Ada juga beberapa atribut
untuk drama ini seperti, pensil yang digunakan oleh sang sutradara, lembaran
skrip drama, topi yang digunakan saat syuting, serta boneka beruang lengkap
dengan seragam pemeran Goong.
Kami melangkah dengan kaki dan
hati yang berat. Kaki berat karena lelah, hati berat karena harus meninggalkan
tempat yang mengesankan. Kami harus kembali ke guesthouse untuk mengitari
Hongdae exit 9. Di tengah perjalanan pulang kami sempat membeli kimbap dan tteokpokki. Kimbap (nasi gulung mirip sushi yang isinya sayuran dan
acar) di pinggir jalan bisa didapatkan seharga 2,000 won (Rp 17.000,00) dan tteokpokki (kue beras dengan bumbu pedas
manis dan potongan fish cake) juga
dapat dinikmati dengan harga yang sama. Menurut aku dan Rany, tteokpokki di Korea Selatan memang lebih
enak dibandingkan yang ada di Indonesia (secara negara asal). Malamnya, kami
mengitari Hongdae untuk memperdalam ‘ilmu arahan’ ketika jalan-jalan di
hari-hari berikutnya. Malamnya, kami kembali hampir tengah malam dan tidur
membawa rasa gembira serta syukur.
By: @xenwoo
www.xena168.blogspot.com
No comments:
Post a Comment