Awalnya, aku dan teman hanya mencetuskan ‘ide asal’
untuk mengunjungi Korea Selatan. Secara, kami tahu bahwa budaya K-Pop lagi
hangat-hangatnya bertelur dan menetas dimana-mana, hampir di seluruh belahan
bumi, termasuk Indonesia. Sebagai fans dari K-Pop dan budaya Korea lainnya, aku
dan teman memiliki keinginan untuk mengujungi negara induk. Mungkin hal ini
juga dirasakan oleh sesama fans K-pop dan memang wajar muncul di pikiran
seorang fans. Masih ingat sekali di bulan Oktober 2011, ide itu tercetus “Iya, kita
ke Korea Selatan yuk! Siapa tahu bisa ketemu sama artisnya.” Itu khayalan aku
dan Rany, temanku. Bulan depannya, pada November 2011, officially, kami membeli tiket lewat secara online di salah satu low cost carrier terkenal, Air Asia. Kami
membeli tiket seharga Rp 3.500.000,00 untuk round
trip. Harga yang termasuk murah untuk mengunjungi negara impian.
Penghitungan mundur hari keberangkatan sudah kami
lakukan sejak 200 hari sebelumnya dan kami juga selalu menggali banyak
informasi dari kanan kiri karena kami termasuk nekat buat pergi ke Seoul tanpa tour guide. Untung juga karena aku dan
Rany sebelumnya sudah berkenalan dengan seorang teman dari Korea Selatan, kami
mendapatkan banyak bantuan. Awalnya terasa lama sekali dan hati sempat gelisah.
Namun semakin mendekati hari H, kami semakin excited.
Pada hari Senin 18 Juni 2012, keluarga turut
mengantar keluarga turut mengantar keberangkatan anak gadisnya yang pada nekat.
Jam 9 pagi kami boarding dan transit dulu ke Kuala Lumpur, di sana waktu kami
super pas dan akhirnya, ini saat yang kami tunggu-tunggu, FLY TO SEOUL! Aku dan
teman jadi merasa lagu 2PM menjadi sangat nyata dan begitu dekat. Di ruang
tunggu saja sudah banyak orang Korea yang sekedar mengobrol maupun berfoto ria.
Ada yang keluarga dan ada yang pasangan muda. Hati kami gembira seperti sudah
berada di Seoul.
Namun sebuah perjalanan impian juga perlu
pengorbanan. Jujur saja, aku dan Rany tidak pernah berada di pesawat selama
itu. Dari Surabaya ke Kuala Lumpur selama 3 jam ditambah 7 jam dari Kuala
Lumpur ke Korea Selatan. Kepala menjadi agak pusing, duduk menjadi tidak nyaman
karena lama di pesawat dan tidak ada kegiatan yang bisa dilakukan.
Kegalauan kembali terhapus ketika kaki kami berdua
menginjak bandara Incheon yang meraih penghargaan the best airport in the world
7 kali berturut-turut. Namun masalah baru kembali muncul. Sebelumnya kami sudah
janjian dengan Sohyun, teman Korea kami, akan bertemu di bandara untuk
memberikan (yang ternyata jadinya bertukar, karena Sohyun juga membawa kue khas
Korea Selatan untuk kami) oleh-oleh. Gawatnya, pesawat kami sampai pukul 23.00
KST padahal dijadwalkan akan sampai pukul 21.55 KST. Akhirnya aku dan Rany
berlarian (dengan jaim) supaya dapat antrian di depan di imigrasi.
Akhirnya, ide brilian muncul. Aku bertugas mengangkut
semua oleh-oleh dan bertemu Sohyun di arrival
gate. Rany akan mengklaim bagasi. Aku juga minta maaf sama petugas imigrasi
saat itu karena waktu diperiksa, mataku cuma tertuju ke blackberry dan ia menjadi kesal karena hal itu. Kami benar-benar
takut Sohyun pulang duluan karena dia memang harus pulang sebelum jam 11 malam.
Kami baru bertemu lagi pada hari Kamis atau Jumat, dan oleh-oleh yang kami bawa
harus diberikan hari itu juga supaya tidak basi.
Oke, kami pikir ini ide bagus dan aku bergegas keluar
dengan membawa paspor. Ketika keluar, sederetan wartawan memakai pakaian rapi
telah berjejer sambil bersiaga membawa kamera dan voice recorder. Aku pikir, ada apaan ini, apakah gara-gara ada dua
gadis dari Indonesia nekat pergi sendiri ke Korea Selatan? Ah, mana mungkin,
khayalan tingkat tinggi itu. Kakao Talk (aplikasi chatting yang terkenal di
Korea Selatan untuk android dan smartphone) tiba-tiba macet lagi, jadi nggak
bisa menghubungi Sohyun. Aku sudah mondar-mandir di Arrival Gate 2 kali dan
belum menemukan Sohyun. Apakah ini takdir, tidak bisa bertemu dengan teman
Korea kami yang baik hati? Akhirnya aku ke bagian tenagh-tengah dekat pintu
masuk dan melihat seorang gadis memegangi android yang tengah membuka aplikasi
Kakao Talk. Mungkin ini dia, akhirnya aku beranikan diri menyapanya “Ehm,
Sohyun?” Gadis Korea itu menoleh dan ternyata memang benar Sohyun! Kita
berjabat tangan dan bertukar oleh-oleh. Lega dan senang sekali akhirnya bisa
bertemu dengan Sohyun, yang awalnya kita hanya berkenalan via jejaring sosial. Ketika
Sohyun menanyakan temanku, baru aku ingat nasibnya yang harus mengangkat
koper-koper besar.
Aku memutuskan untuk masuk kembali, dan bertanya pada
petugas yang berjaga di dekat pintu keluar tadi.
Dengan berbekal kenekatan,
mengumpulkan sekelumit keberanian, dengan bahasa Korea sebisanya campur bahasa
Inggris, bertanyalah aku pada sang petugas “Permisi, Pak. Saya tadi dari dalam,
sekarang mau masuk lagi karena teman saya di dalam. Tadi saya keluar untuk
memberikan oleh-oleh buat teman Korea saya. Bolehkah saya masuk lagi?”
Harapanku, si petugas bakal mengerti, mengecek pasporku, lalu mempersilahkan
aku buat masuk lagi. Namun, kenyataannya, dia cuma pasang tampang bingung
sambil tergagap-gagap menerangkan dalam bahasa Inggris (kayaknya dia nggak
seberapa bisa berbahasa Inggris).
Lalu mungkin karena dia merasa pusing sendiri
dan kasihan aku nggak ngerti, petugas itu membawa aku ke petugas satunya (yang
lebih bisa berbahasa Inggris tentunya). Ketika aku menjelaskan hal yang sama,
petugas itu mengecek pasporku dan langsung memperbolehkan aku masuk.
Pas berjalan masuk, ternyata temanku dengan muka
sudah tertatih-tatih sudah mendorong trolley
berisi koper-koper. Setelah bertemu Sohyun, kita langsung mencari jalan pulang.
Karena sudah larut malam, Sohyun yang tinggal di Incheon dan kami yang menginap
di daerah Hongik University harus pulang menggunakan AREX, semacam express train yang hanya berhenti di
beberapa titik daerah di Seoul. Mencari jalannya tidak mudah, dan ternyata
Sohyun juga tidak tahu! Akhirnya dengan segala usaha (orang-orang lain ternyata
pada ngikutin kita), kita berhasil naik ke kereta yang cukup sepi malam itu dengan
tiket sekali jalan sebesar 4,850 won (sekitar Rp 41.000).
Temanku duduk bersama Sohyun, dan aku duduk di
seberang mereka. Selama di perjalanan kami sangat canggung karena tidak tahu
apa yang harus dibicarakan. Ketika bicara pun kadang kami tidak dapat menangkap
beberapa kalimat, begitu pula dengan Sohyun karena pronounciation yang berbeda.
Namun, malam itu kami bahagia sekali melihat pemandangan Seoul di malam hari.
Ada lampu yang berkelap kelip meski gelap malam mendominasi pemandangan malam
itu.
Sohyun harus turun duluan karena rumahnya di Incheon,
kami merasa tidak enak karena dia seharusnya bisa naik bis yang direct, tapi
karena menunggu kami, dia jadi harus ikut naik AREX. Kami berdua merasa
beruntung sudah bertemu Sohyun karena dia benar-benar baik. Tinggal aku dan
temanku yang harus melanjutkan petualangan ini. Muka kami sudah kusam dan
benar-benar lelah (Sohyun juga bilang hal yang sama). Tenaga kami hampir habis
walau hati ini meluap-luap senangnya. Sesampainya di stasiun Hongik University
atau biasa disebut stasiun Hongdae. Perlu diketahui bahwa Hongdae terkenal
dengan daerah yang dipenuhi anak muda yang hip dan sangat mengikuti mode.
Banyak klub malam di sini dan butik-butik indah yang dapat menawan mata tiap
gadis.
Meski sempat kesulitan ketika mencari vending machine
untuk mengembalikan kartu, tapi kami berhasil selamat dan bisa keluar di exit
2. Kebetulan, kami mendapat guesthouse
murah, yaitu Seoulwise Guesthouse yang berada di Hongdae exit 2. Jika melihat
dari peta, guesthouse itu berjarak ‘lumayan dekat’ dari stasiun. Namun ketika
kita berjalan, dengan kelelahan di pundak, dan koper besar yang harus kami
tarik, kami jadi merasa jaraknya jauh juga. Sesampai di sana, kami harus
membayar untuk biaya penginapan sampai hari terakhir. Saat kami sampai,
ternyata ada seorang turis dari Singapura juga yang baru tiba. Turis cowok yang
lumayan cakep dan a-gentleman-type.
Kita diberi kunci kamar dan dijelaskan mengenai beberapa aturan yang berlaku di
Seoulwise Guesthouse. Pemilik Seoulwise Guesthouse bernama Young, dia yang
mengurus semuanya. Mulai dari administrasi hingga bersih-bersih kamar. Kami
nggak menanyakan umurnya, namun kira-kira dia berada di akhir 30 atau awal 40.
Orangnya baik dan ramah, serta ternyata dia merupakan fan dari girlband besutan
SM Town, F(X)! Saat itu memang lagu Electric Shock milik F(X) baru saja keluar,
Young sering sekali memutar lagu itu dan bersenandung.
Setelah sampai di kamar dan beres-beres barang, kami
merasa belum saatnya kami tidur, perut yang lapar harus diisi dengan makanan
dulu. Kami memutuskan untuk pergi ke GS 25, sebuah convenience store yang buka 24 jam di dekat guest house. Aku dan Rany
menyantap ramen (di Korea Selatan disebut ramyeon) malam itu di convenience store tersebut. Hari pertama
di Korea ditutup dengan kenyang menikmati ramyeon nikmat dan kermbali ke guest
house untuk mandi lalu tidur. Aku dan Rany bersiap untuk melanjutkan
petualangan hari esok yang pasti menakjubkan.
Annyeong!
By: @xenwoo
http://xena168.blogspot.com
No comments:
Post a Comment