"#nowplaying"
by: @joycesandraa
http://juzijuz.com
Prologue
Mereka semuanya melihat, tapi
tidak mengerti. Semuanya berpapasan, tapi tak pernah saling mengetahui. Senyum
terlempar ramah, sebelum 'selamat tinggal' diucapkan. Tapi bandara, yang paling
mengerti semuanya. Hanya dia.
Petra menarik keluar koper
besarnya dari bagasi mobil. Saat itu masih pukul lima di pagi hari dan hawa
dingin sedikit lebih menusuk dari biasanya, subuh tadi hujan deras baru saja
mengguyur. Dan pagi itu, laki-laki tinggi berkacamata, ia harus meninggalkan
kota ini, pergi ke negara lain untuk mencuri ilmu.
"Udah nggak ada yang
ketinggalan ya, Pet? Passpor? Tiket?" tanya Papa memastikan sambil menutup
pintu bagasi.
"Ngga, udah kok
semuanya," jawab Petra setelah mengecek barang-barang tersebut.
"We're gonna miss you,
junior," ujar Mama yang sedari tadi matanya berkaca-kaca sambil
memeluk putra bungsunya sekali lagi.
"Me too, Ma,"
gumam Petra dalam pelukan.
Lalu Petra, orang tuanya, Patrice
kakak tertuanya dan Keenan kakak keduanya duduk di salah satu bangku panjang
bandara, menunggu waktu sebelum junior mereka check in and off he goes.
Di tengah lamunannya, Petra
mengambil iPod di saku jaketnya. Ia melirik sekilas jam tangannya, ia masih
punya empat puluh lima menit sebelum keberangkatan. Memakai iPodnya, cowok itu
melirik Papa Mamanya sedang berbincang, sementara Patrice menyandarkan
kepalanya di bahunya dan Keenan hanya diam memperhatikan sekeliling.
#nowplaying : Untitled - Maliq
Petra meminum habis satu botol
aqua dingin yang ada di tangannya. Setelah itu ia segera mengambil lagi handuk
kecilnya dan melap keringat di sekujur badannya.
Mata cowok itu memperhatikan
beberapa anak yang baru saja keluar dari ruangan KIR, ia menyeringai kecil dan
menyadari, kalau di umurnya saat itu, seperti ada tekanan sosial untuk masuk
klub yang ia masuki sekarang. Basket.
Untung saja waktu audisi beberapa
bulan lalu ia lolos, kalau tidak mungkin ia juga akan masuk KIR.. hm, tidak, ia
akan masuk band.
"Pet! coba denger nih,
lagunya Maliq yang baru! Enak bangett!" sebuah suara tiba-tiba muncul, dan
satu earphone sudah menempel di telinganya.
"Masih keringetan nih,
nyet!" tukas Petra nggak nyaman sambil melepas earphone.
"Yaelah!
Emang earphonenya bisa bau? Serius tuh lagunya mantap!" Karin nggak
menyerah dan menjejalkan earphone ke kuping Petra lagi.
Mereka berdua terdiam beberapa
saat sebelum Petra akhirnya tersenyum lebar
"Tuh, gue bilang juga
apa," Karin tersenyum penuh kemenangan.
"Ntar kerumah lo dulu ya, copy
langsung!" ujar Petra berdiri dan menarik Karin untuk keluar dari sekolah.
#nowplaying : Just Friend - Music Soulchild
Cuma setir mobilnya yang paling
mengerti keadaan manusia itu. Setidaknya sejauh itu hanya si setir karena
macetnya jalanan sama sekali tidak berperikemanusiaan.
Petra baru saja pulang dari rumah
Igo. Sejak beberapa bulan lalu cowok itu keluar dari klub basket dan
beralih ke dunia musik. Dia, Igo, Asta, Adit membentuk band dengan aliran
mereka sendiri, soul akustik.
Dan ditengah permainan Wii-nya
dengan Igo tadi, handphone Petra bergetar dan ia mendapatkan kabar paling menggemberikan
seumur hidupnya sebagai remaja.
"Iya, Pak. Bisa, bisa! Sabtu
ini ya, Pak? Oke, iya, Pak. Terima kasih banyak. Malam, Pak." Petra
menutup sambungannya dan melompat-lompat seperti anak kecil.
"Apaan sih, Pet?" tanya
Igo ketakutan saat Petra mulai memeluknya.
"Kita dapet orderan
manggung, Go! Kita bakal manggung minggu ini! Manggung, Go!" teriak Petra
mengguncang badan Igo.
"Serius lo?!" Igo sama
kagetnya.
"Iyalah, gue serius, Igo
Pradipta!"
Sekarang Petra merasa tengah
menahan kesemutan ditengah lomba lari. Macetnya nggak keruan, Music Soulchild
mengalun dari CD playernya, dan yang paling penting, gang rumah Karin udah
keliatan tapi macetnya justru makin parah!
Nggak tahan dia ingin memberitahu
orang yang menginspirasinya untuk ngeband Petra segera mengambil handphonenya
dan mendial nomor Karin.
"Apa, Pet?"
"Rin, gue di jalan besar
luar rumah lo, di depan Alfamart itu. Lo kesini gih sekarang, ada berita
penting, Rin. Kali ini gue serius penting! Lo kesini yah sekarang? Macetnya
nggak gerak sama sekali dari setengah jam lalu," Petra nyerocos panjang
lebar.
"Jauh, Pett. Berita penting
apaan emang? By phone aja napa?" elak Karin.
"Nggak bisa. Nggak mau, gue maunya ngomong langsung. Ayolah, Rin. Lo keluar, gue udah dijalan dua jam nih dari rumah Igo tadi macet mulu, pleaseee.”
"Sampe beritanya nggak penting, lo tau apa akibatnya."
klik! Petra tersenyum lebar dan memfokuskan mata ke gang rumah sahabatnya itu.
Lima menit kemudian gadis
berambut panjang itu keluar dengan sweater biru dongker. Petra memberi tanda
dengan lampunya dan membuka kunci mobil.
"Sampe berita ini nggak
penting, gue sabotase nih mobil," tukas Karin begitu pantatnya menyentuh
kursi.
"Lo kira gue belain
jam-jam'an kena macet ini berita bakal engga penting?" sindir Petra.
"Ya, ya, apaan?"
Petra tersenyum lebar seolah
dibelakangnya ada drum roll yang digebuk, "Band gue dapet orderan
manggung sabtu ini,"
"..."
"Rin?"
Buk! Petra langsung mendapatkan
pelukan gratis yang super erat dari cewek itu, "Aaaaa! Tuh kann! Apa gue
bilang! Kalau kalian tu emang punya bakat disana!"
"Uhuk, oke Rin, bisa lepas sekarang? Nyeri
banget," pinta Petra perlahan beberapa saat kemudian.
"Hahahaha, iya gue lupa!
Tapi congratulation, brother! Gue ikutan seneng nih kalau
gini!" Karin juga tersenyum lebar.
"Lo harus dateng. Lo yang
bilang kalau gue bagus kalau nge-band jadi lo harus dateng,"
"Gue usahain deh,"
Karin pura-pura sibuk.
"Bodo. Pokoknya Sabtu gue
jemput jam lima."
"Nggak bisa git..."
"Bisa."
"Kok gitu sih Pet!"
"Emang Sabtu lo ada acara
apa sih?"
"Sial! Jangan remeh gitu
dong sama temen sendiri!"
Dan 'perbincangan' itu terus berlangsung.
#nowplaying : Miss Independent - NeYo
"Lo nggak ada pikiran buat
nyari cowok, Rin?" tanya Petra tiba-tiba.
Kali itu mereka sedang menikmati
late-lunch sepulang bimbel dari sekolah. Petra sudah habis dua porsi nasi
goreng dan menunggu Karin yang menikmati sisa-sisa bakminya.
"Kenapa nanyanya gitu?" Karin kaget dan bingung. Meminum es teh manisnya untuk melegakan tenggorokan sedikit.
"Ya engga apa. Lo kan cakep, pinter, baik, kenapa nggak nyari cowok?" Petra mengulang pertanyaannya sambil menatap Karin tajam. Jujur dia pengen tau kenapa. Tiga tahun mereka temenan dan Karin sama sekali nggak pernah pusing soal cowok. Naksir iya, tapi ngga pernah sampai
jadi beneran.
Karin tak menjawabnya langsung.
Gadis itu justru menyuap sendok terakir mienya, mengunyahnya santai seolah lupa
kalau Petra sedang menunggu jawabannya.
"Karena belum cocok, Pet. Lo
sendiri kenapa ngga nyari cewek, Mr. Popular?" balas Karin tersenyum usil.
"Hmm, ya.. ya karena belum
ada yang cocok." Petra menjawab rikuh.
"Nah. Lagian selama ini gue
sama elo mulu. Mungkin itu kali yang bikin kita nggak dapet-dapet pacar,"
celetuk Karin melipat tangannya ke depan dada dan menerawang ke atas.
"Kok gitu sih?"
"Ya kali aja, Pet. Pikir
deh, orang tuh nyari pacar karena mereka butuh temen. Kalo kita kan udah punya
temen, makanya nggak bingung banget nyari pacar. Masuk nggak sih
logikanya?"
Petra terdiam. Bisu mendadak
mendengar penjelasan tanpa busana Karin. Iya sih, logika Karin bener. Dia juga
nggak kebayang kalau Karin punya cowok duluan gimana nasibnya dia.
Masa iya homo-an sama Igo?
Ergh. Nggak akan.
"Pet, bentar lagi kamu masuk
loh." kata Patrice membuyarkan lamunan Petra.
"Iya. Jangan kangen-kangen
yah sama gue. Tiga bulan lagi gue balik dan kamar gue jangan disentuh!"
ujar Petra berusaha nggak melankolis.
"Kalau kangen ya gue masuk
ke kamar lo, Pet. Paling tidur semalem, hehehe." jawab Patrice nggak peka
dengan usaha Petra mengalihkan suasana pembicaraan.
"Okelah, $5 per day,"
Petra mengerling usil.
Ditengah obrolan mereka tiba-tiba
sebuah mobil berhenti dan gadis berambut panjang bergelombang keluar dari sana.
Karin nampak manis dengan sweater kebesarannya serta black tights yang
membalut kaki kecilnya.
Sedikit berlari ia menghampiri
keluarga kecil itu, memberi salam sekilas pada orang tua Petra, Patrice dan
Keenan dan langsung memeluk sahabatnya itu.
"Gue kira lo telat bangun
dan nggak bakal dateng, nyet." gumam Petra ditengah pelukan Karin.
"Iya tadi alarmnya gue matiin
tanpa sadar, untung masih nyempet. Untunggg," Karin tanpa melepaskan
pelukannya.
"Belajar baik-baik di sana.
Udah jadi pengkhianat temen kalau sampai nggak cum-laude diketawain pager rumah
lo," lanjut Karin menyeka satu air matanya yang jatuh.
Ia menghirup bau badan Petra
dalam-dalam. Menyimpannya di otak, hati, pikiran. Kali ini bakal jadi kali
terlamanya nggak melihat Petra. Petra yang biasanya ia temui dari pagi sampai
malam. Yang suaranya sampai bosan kedengaran di kupingnya. Yang bawelnya
ngalah-ngalahin Candace, Phineas and Ferb.
Ia membuktikan benar kata orang, boring things
yang biasa mereka lakukan, that would be the things, they'll miss the most.
"Iyaa. Kamu jangan nyari
cowok dulu ya, Rin." ujar Petra nggak tau kenapa kata-kata itu terlepas dari
mulutnya.
"Nggak mau." bantah
Karin. Badannya terguncang pelan menandakan kalau ia terkikik geli.
"Serius nih."
"Ya, nanti dilihat
lah," Karin lalu melepaskan pelukannya.
Meskipun posisi mereka nggak
terlalu dekat dengan keluarga Petra, tapi tetep nggak enak juga kalau meluk
anak orang lama-lama. Dikira nanti temen apaan lagi.
"Nih, bawa iPod gue. Tiga
bulan lagi kan gue balik, gue bawa iPod lo." kata Petra sambil menyerahkan
iPodnya.
"Pet,
lima menit lagi boarding," Ujar Keenan mengingatkan. Petra menoleh
dan mengangguk sekenanya.
"Aturan lo makin banyak aja
sih, Pet." omel Karin namun tetap menerima iPodnya.
"Udah, nurut aja. Gue
berangkat ya, Nyet. Jaga iPod gue baik-baik, dengerin playlistnya." Petra
memeluk Karin sekali lagi.
"Udah siap?" tanya Papa
begitu mereka kembali ke kerumunan.
"Iya, Pa. Petra berangkat ya
semua," pamitnya lalu memeluk satu-satu keluarganya. Cowok itu akhirnya
masuk ke dalam sambil berjalan mundur, tersenyum, "I'll be back!"
serunya tiba-tiba.
"Dasar anak sableng,"
gumam Mama ditengah tangisnya. Setidaknya mereka semua tersenyum karena
celetukan itu.
Di tengah perjalanan pulang,
sambil sesekali mengusap matanya yang berair, yang nggak tau kenapa nggak bisa
nurut sama pemiliknya Karin mengambil iPod Petra. iPod dengan leather case
hitam itu harta karun Petra. Dia tahu itu tepat.
Karin menyalakannya, dan Petra ternyata sudah
menyetelnya di
#nowplaying : Close to You - Olivia.
This is the story that i tried to write around two years ago. I posted them per chapter in my personal blog, and now i am sharing them here. Hope you enjoy reading.
No comments:
Post a Comment