Friday, November 2, 2012

Korbankan Kaki Demi Myeongdong hingga Namsan Seoul Tower


Aku masih tidak percaya ketika bangun keesokan harinya. Kami berdua sudah di Seoul! Fyi, kami tinggal di sebuah guesthouse bernama Seoulwise Guesthouse, termasuk kategori bagus kok untuk 2 orang dan yang membuat kami tambah senang selain tempatnya bersih dan nyaman, Young, pemilik guesthouse memberi kami kupon diskon untuk masuk ke Everland dan Lotte World (keduanya adalah amusement park terkenal di Korea Selatan). So, setelah mengembalikan energi selama beberapa jam (kami baru tidur jam 2.00 KST), kami langsung siap-siap untuk berangkat.
                  Sejatinya, aku dan Rany telah mengatur itinerary sejak dari Surabaya. Sudah kepo (repot sendiri) ngurus itinerary bahkan dari jauh-jauh hari karena terlalu excitednya. Di hari kedua ini, kami berencana mengunjungi Myeongdong dan Namsan Tower, karena kami ngerasa rutenya sejalan. Kita mulai petualangan kita dengan berjalan kaki, keluar dari guesthouse dan menuju ke subway station. Guesthouse kami berada di daerah Hongdae (Hongik University) exit 2. Hongdae, singkatan dari Hongik Daehakyo (Daehakyo : university) sendiri merupakan daerah yang terkenal dengan youthnya, karena di sinilah pusatnya anak muda, banyak sekali klub dan tempat hiburan untuk anak muda. Secara total, Hongdae memiliki 9 exit dan kebetulan kita di exit 2.
                  Pemandangan gedung bertingkat, jalanan bersih dan rapi, orang-orang bersepeda, dan cewek-cewek cantik lalu lalang mungkin jarang kita dapat di Indonesia, tapi begitulah di Seoul. Semuanya tertib dan teratur, berjualan pun meski ada PKL, itupun hanya satu atau dua saja. Mereka berjualan pun tidak sampai menyebabkan kemacetan. Sesampainya di subway station, kami harus menemukan cara ke Myeongdong. Jadi karena tanpa tour guide, kita harus mencari sendiri. Percayalah, kalau kalian mau pergi ke Seoul tanpa tour guide, kalian bisa! Tulisan di sana sudah dilengkapi dengan bahasa inggris, tidak semua tulisan hanya hangul saja. Di dalam subway pun masih terdapat toko-toko, ada yang berjualan makanan dan minuman, baju, serta kios-kios kecil lainnya. Kami menunggu kereta dengan tertib. Yang bikin aku kaget, ada juga cewe dandan cantik banget pake hotpant, blazer, kaos, dan high heels. Mana high heelsnya tinggi banget! Mungkin dia sudah terbiasa ya naik subway dengan heels setinggi itu (selama di kereta dia berdiri terus dan tidak berpegangan).
                  Sesampainya di Myeongdong, keluar dari station, mata kami langsung berbinar-binar. Di kanan kiri sepanjang kami melihat, semuanya toko kosmetik dan tentu saja harganya jauh lebih murah dibandingkan di Indonesia. Jantung langsung berdebar dengan kencang dan tidak sabar untuk menjelajahi Myeongdong. Beberapa produk kosmetik bahkan tidak ada di Indonesia, so, ini kesempatan kami untuk berkeliling sepuasnya. Mulai dari Nature Republic, Nail Olive, It’s Skin, Skin 79, Holika Holika, The Face Shop, Skin Food, Etude House, Tony Moly, Missha, Laneige, Talent Cosmetic, Beaute, dan lain-lain. Harganya pun beragam, namun setiap toko rata-rata sama. Kami mendapatkan sabun cuci muka di Etude House maupun The Face Shop dan Holika Holika seharga 3,000 won atau Rp 25.000,00 saja. Sedangkan di Indonesia, sabun cuci muka yang sama bisa mencapai Rp 75.000,00. Eyeliner pensil Nature Republic bisa dibawa pulang dengan mengganti sebesar 2,000 won atau Rp 17.000,00 saja.

                  
Tidak hanya kosmetik yang merajalela di Seoul, namun secara hallyu lagi booming-boomingnya, hampir di setiap sudut jalan kita dapat melihat gerobak ataupun toko yang menjual berbagai aksesoris K-Pop. Toko-toko yang memutar lagu K-Pop juga tidak jarang. Kami jadi merasa seperti ada di rumah. Aku mendapat tugas (baca : titipan) dari teman untuk membeli semua CD dan DVD Girls Generation. Dia adalah fans Girls Generation dan dia tahu kalau beli di Korea Selatan langsung, harganya pasti jatuh lebih murah. So, misi kita adalah mencari CD dan DVD Girls Generation yang termurah. Kita masuk ke Myeongdong Underground Station karena menurut info dari buku, di situlah yang paling murah. Sempat masuk ke salah satu toko, Rany membeli album Miss A ‘Touch’ seharga 15,000 won (Rp 127.500,00). Namun ketika masuk lebih dalam lagi, ada sebuah toko yang menjual CD dan DVD K-Pop dengan harga yang lebih murah! Album Miss A ‘Touch’ yangs ama dijual hanya dengan 11,000 won (Rp 93.500,00). Akhirnya aku membeli semua CD dan DVD Girls Generation yang ada. Tidak lupa juga membeli beberapa aksesoris lainnya (mumpung murah).

                  Sebagai pecinta K-Pop, kami tidak kelewatan mengunjungi Everysing yang satu atap dengan SPAO. Everysing yang dimiliki oleh SM Town adalah sebuah toko yang menjual CD dan DVD K-Pop khususnya artis-artis di bawah naungan SM Town, namun ternyata ketika kami sampai di sana, banyak juga CD dan DVD artis-artis K-Pop lainnya yang tidak berlabel SM Town. Namun harganya jauh lebih mahal di Everysing. Selain menjual CD dan DVD, bagi fans setia artis-artis SM Town juga dapat membeli aksesoris asli seperti mug, pigura, pictorial book, cokelat, bahkan foto stiker bersama idola (artisnya sih tidak ada, tapi kita bisa berfoto seakan-akan bersama sang artis idola). Sayang sekali waktu kita mau foto mesinnya rusak semua. Mungkin tidak berjodoh ya. *mengusap air mata* Tidak ketinggalan ruangan kecil untuk berkaraoke ria dengan lagu-lagu K-Pop. Namun, tidak lama di sana kami segera keluar mengingat masih banyak tempat yang harus kami kunjungi.
                  Myeongdong benar-benar luas dan tentu saja surga belanja bagi kaum shopaholic. Kami tidak belanja banyak hari itu (takut uang habis di hari pertama karena kalap). Kami sempat masuk ke Forever 21 di Myeongdong dan Rany keluar dengan membawa blazer seharga 25,000 won (Rp 212.5000,00). Tidak boleh terlewatkan, aku dan Rany juga mencoba es krim parfait setinggi 32 cm. Waktu itu kami hanya membacanya di buku, namun tidak menyangka kita bisa menikmati es krim itu. Es krimnya memang tinggi banget, kita bisa menggabungkan 2 rasa yang kita mau dan bisa didapatkan dengan harga 2,000 won saja atau Rp 17.000,00. Di Indonesia saja satu cup es krim kecil bisa mencapai Rp 60.000,00, meski rasa enaknya hampir sama. Kami memesan vanilla-green tea dan karena takut tidak habis, kami memesan satu es krim untuk berdua. Untung tidak pesan dua, makan satu gitu saja sudah kenyang sekali.

                  Perjalanan terus berlanjut, matahari semakin terik, peluh sudah mengalir, kaki sudah hampir tidak bisa dirasakan lagi, namun kami tahu masih ada destinasi berikutnya. Aku dan Rany sempat duduk-duduk sejenak di pinggir jalan seraya mengistirahatkan kaki. Anehnya, tempat duduk di pinggir jalan untuk di Seoul menurutku termasuk minim, bila dibandingkan dengan Singapura. Akhirnya kami hanya duduk-duduk di pinggir jalan. Kami berdua memakai flat shoes, dan mungkin itu merupakan salah satu kesalahan kami. Lebih dari 95% penduduk di Seoul yang kami temui menggunakan sepatu olahraga. Meskipun bajunya modis-modis, namun sepatu yang mereka gunakan kebanyakan sport shoes. Tidak heran betis mereka termasuk besar karena sehari-hari, untuk pergi ke suatu tempat mereka menempuhnya dengan berjalan kaki. Maklum kalau kami berdua capek setengah mati berjalan segitu jauhnya, di Indonesia terbiasanya hanya gas dan rem mobil.
                  Hampir putus asa, namun kami tahu bahwa perjalanan ke Namsan Seoul Tower masih menunggu, jadi kami putuskan untuk tetap melangkah, setelah dirasa kaki cukup kuat untuk berjalan lagi. Kami harus mencari Daehan Cinema, di exit Myeongdong yang lain, lalu dari sana, kami harus naik shuttle bus untuk mencapai Namsan Seoul Tower. Aku pribadi senang dengan daerah Namsan karena lebih ‘hijau’, banyak pepohonan dan taman. Namsan Tower sendiri berada di daerah pegunungan Namsan, dimana banyak manula yang melakukan jogging di sana (hebat!). Setelah sampai di pemberhentian Namsan Seoul Tower, aku dan Rany mencari jalan masuknya. Towernya sih kelihatan, tapi jalan masuknya lewat mana nih? Akhirnya kita melihat tanda masuk dan mengikuti segerombolan turis dari China. Tempatnya memang bagus banget, tapi kaki hampir tidak mau kompromi. Saat bulan Juni kemarin kami ke sana, di Seoul ternyata lagi transisi dari musim semi ke musim panas, jadi angin masih bertiup dengan kencang pula. Tidak jarang mata kami kelilipan. Namun, kami tetap menapaki jalan panjang menuju Namsan Seoul Tower tersebut.

                  Ternyata benar, meski kaki sudah semakin loyo, namun pemandangan dari atas benar-benar superb! Kota Seoul dari atas benar-benar indah, komposisi warnanya pas sekali. Dominasi warna biru dan hijau ditemani warna putih, abu-abu, dan cokelat yang pas menemani di sekitarnya. Setelah mengistirahatkan kaki sejenak dan melihat sekeliling, kami langsung lanjut foto-foto dan mengitari Namsan Seoul Tower. Kalau kalian tahu love lock, maka waktu kami ke sana, entah sudah ada ratusan ribu gembok yang dipasang di deck Namsan Seoul Tower. Tradisi tersebut ternyata sudah dimulai sejak tahun 1990an dan pasangan yang memasang gembok di sana percaya bahwa hubungannya dengan kekasih akan bertahan hingga maut memisahkan (ehciye..).
view dari Namsan Tower

love lock.


                  Selain mengitari Namsan Seoul Tower, kami juga tidak melewatkan masuk ke Teddy Bear Museum. Selain di Namsan Seoul Tower, Teddy Bear Museum juga terdapat di Pulau Jeju. Namun sayangnya, Jeju tidak masuk dalam itinerary kami. Untuk orang dewasa tinggal membayar sebesar 8,000 won (Rp 65.000,00) untuk masuk ke Teddy Bear Museum. Sebenarnya ada tiket terusan juga ke Observatory Deck, tapi kita memutuskan untuk tidak naik ke sana (tiket Observatory Deck sebesar 9,000 won, kalau mengambil tiket terusan mendapat diskon menjadi 16,000 won).

                  Ketika masuk ke Teddy Bear Museum, tentu saja aku senang sekali. Melihat boneka beruang yang bisa bergerak sendiri, miniatur yang begitu detail dan kompleks, serta penjelasan yang lengkap (meski tidak semua dibaca). Jadi, museum lucu ini dibagi menjadi dua, untuk hall pertama berisi sejarah Korea Selatan dari dinasti awal, yaitu dinasti Joseon, hingga Korea Selatan pada zaman dahulu. Banyak miniatur-miniatur beruang yang menceritakan kehidupan masyarakat Korea Selatan di zaman dahulu. Selesai menikmati hall pertama, kita bisa langsung lanjut ke hall kedua dengan menunjukkan tiket yang sama.
                  Di hall kedua, dimulailah kehidupan Korea Selatan pada tahun-tahun awal, dimana Korea Selatan memasuki era modern. Mulai banyak gereja, ada konser, pertunjukkan hip hop, suasanan di kebun binatang, pernikahan, bahkan miniatur daerah elit di Korea Selatan dengan toko-toko brand ternama seperti Hermes, Louis Vuitton, Giorgio Armani, dan lain-lain. Hampir mendekati pintu keluar, terdapat boneka beruang raksasa dari drama Korea terkenal Goong (Yoon Eun Hye dan Joo Ji Hoon). Ada juga beberapa atribut untuk drama ini seperti, pensil yang digunakan oleh sang sutradara, lembaran skrip drama, topi yang digunakan saat syuting, serta boneka beruang lengkap dengan seragam pemeran Goong.
                  Kami melangkah dengan kaki dan hati yang berat. Kaki berat karena lelah, hati berat karena harus meninggalkan tempat yang mengesankan. Kami harus kembali ke guesthouse untuk mengitari Hongdae exit 9. Di tengah perjalanan pulang kami sempat membeli kimbap dan tteokpokki. Kimbap (nasi gulung mirip sushi yang isinya sayuran dan acar) di pinggir jalan bisa didapatkan seharga 2,000 won (Rp 17.000,00) dan tteokpokki (kue beras dengan bumbu pedas manis dan potongan fish cake) juga dapat dinikmati dengan harga yang sama. Menurut aku dan Rany, tteokpokki di Korea Selatan memang lebih enak dibandingkan yang ada di Indonesia (secara negara asal). Malamnya, kami mengitari Hongdae untuk memperdalam ‘ilmu arahan’ ketika jalan-jalan di hari-hari berikutnya. Malamnya, kami kembali hampir tengah malam dan tidur membawa rasa gembira serta syukur.

Nantikan kisah membeli sandal jepit di taman bermain, naik wahana seru, foto bersama (poster) artis K-Pop, mencoba soondae, hingga kesana kemari mencari toilet karena diare! Annyeong.



By: @xenwoo
www.xena168.blogspot.com


No comments:

Post a Comment