Wednesday, January 30, 2013

#nowplaying


"#nowplaying"
by: @joycesandraa
http://juzijuz.com



Prologue

Mereka semuanya melihat, tapi tidak mengerti. Semuanya berpapasan, tapi tak pernah saling mengetahui. Senyum terlempar ramah, sebelum 'selamat tinggal' diucapkan. Tapi bandara, yang paling mengerti semuanya. Hanya dia.


Petra menarik keluar koper besarnya dari bagasi mobil. Saat itu masih pukul lima di pagi hari dan hawa dingin sedikit lebih menusuk dari biasanya, subuh tadi hujan deras baru saja mengguyur. Dan pagi itu, laki-laki tinggi berkacamata, ia harus meninggalkan kota ini, pergi ke negara lain untuk mencuri ilmu.
"Udah nggak ada yang ketinggalan ya, Pet? Passpor? Tiket?" tanya Papa memastikan sambil menutup pintu bagasi.
"Ngga, udah kok semuanya," jawab Petra setelah mengecek barang-barang tersebut.
"We're gonna miss you, junior," ujar Mama yang sedari tadi matanya berkaca-kaca sambil memeluk putra bungsunya sekali lagi.
"Me too, Ma," gumam Petra dalam pelukan.
Lalu Petra, orang tuanya, Patrice kakak tertuanya dan Keenan kakak keduanya duduk di salah satu bangku panjang bandara, menunggu waktu sebelum junior mereka check in and off he goes.
Di tengah lamunannya, Petra mengambil iPod di saku jaketnya. Ia melirik sekilas jam tangannya, ia masih punya empat puluh lima menit sebelum keberangkatan. Memakai iPodnya, cowok itu melirik Papa Mamanya sedang berbincang, sementara Patrice menyandarkan kepalanya di bahunya dan Keenan hanya diam memperhatikan sekeliling.


#nowplaying : Untitled - Maliq
Petra meminum habis satu botol aqua dingin yang ada di tangannya. Setelah itu ia segera mengambil lagi handuk kecilnya dan melap keringat di sekujur badannya.
Mata cowok itu memperhatikan beberapa anak yang baru saja keluar dari ruangan KIR, ia menyeringai kecil dan menyadari, kalau di umurnya saat itu, seperti ada tekanan sosial untuk masuk klub yang ia masuki sekarang. Basket.
Untung saja waktu audisi beberapa bulan lalu ia lolos, kalau tidak mungkin ia juga akan masuk KIR.. hm, tidak, ia akan masuk band.
"Pet! coba denger nih, lagunya Maliq yang baru! Enak bangett!" sebuah suara tiba-tiba muncul, dan satu earphone sudah menempel di telinganya.
"Masih keringetan nih, nyet!" tukas Petra nggak nyaman sambil melepas earphone.
            "Yaelah! Emang earphonenya bisa bau? Serius tuh lagunya mantap!" Karin nggak menyerah dan menjejalkan earphone ke kuping Petra lagi.
Mereka berdua terdiam beberapa saat sebelum Petra akhirnya tersenyum lebar
"Tuh, gue bilang juga apa," Karin tersenyum penuh kemenangan.
"Ntar kerumah lo dulu ya, copy langsung!" ujar Petra berdiri dan menarik Karin untuk keluar dari sekolah.


#nowplaying : Just Friend - Music Soulchild
Cuma setir mobilnya yang paling mengerti keadaan manusia itu. Setidaknya sejauh itu hanya si setir karena macetnya jalanan sama sekali tidak berperikemanusiaan.
Petra baru saja pulang dari rumah Igo.  Sejak beberapa bulan lalu cowok itu keluar dari klub basket dan beralih ke dunia musik. Dia, Igo, Asta, Adit membentuk band dengan aliran mereka sendiri, soul akustik.
Dan ditengah permainan Wii-nya dengan Igo tadi, handphone Petra bergetar dan ia mendapatkan kabar paling menggemberikan seumur hidupnya sebagai remaja.
"Iya, Pak. Bisa, bisa! Sabtu ini ya, Pak? Oke, iya, Pak. Terima kasih banyak. Malam, Pak." Petra menutup sambungannya dan melompat-lompat seperti anak kecil.
"Apaan sih, Pet?" tanya Igo ketakutan saat Petra mulai memeluknya.
"Kita dapet orderan manggung, Go! Kita bakal manggung minggu ini! Manggung, Go!" teriak Petra mengguncang badan Igo.
"Serius lo?!" Igo sama kagetnya.
"Iyalah, gue serius, Igo Pradipta!"
Sekarang Petra merasa tengah menahan kesemutan ditengah lomba lari. Macetnya nggak keruan, Music Soulchild mengalun dari CD playernya, dan yang paling penting, gang rumah Karin udah keliatan tapi macetnya justru makin parah!
Nggak tahan dia ingin memberitahu orang yang menginspirasinya untuk ngeband Petra segera mengambil handphonenya dan mendial nomor Karin.
"Apa, Pet?"
"Rin, gue di jalan besar luar rumah lo, di depan Alfamart itu. Lo kesini gih sekarang, ada berita penting, Rin. Kali ini gue serius penting! Lo kesini yah sekarang? Macetnya nggak gerak sama sekali dari setengah jam lalu," Petra nyerocos panjang lebar.
"Jauh, Pett. Berita penting apaan emang? By phone aja napa?" elak Karin.
"Nggak bisa. Nggak mau, gue maunya ngomong langsung. Ayolah, Rin. Lo keluar, gue udah dijalan dua jam nih dari rumah Igo tadi macet mulu, pleaseee.”
"Sampe beritanya nggak penting, lo tau apa akibatnya." klik! Petra tersenyum lebar dan memfokuskan mata ke gang rumah sahabatnya itu.
Lima menit kemudian gadis berambut panjang itu keluar dengan sweater biru dongker. Petra memberi tanda dengan lampunya dan membuka kunci mobil.
"Sampe berita ini nggak penting, gue sabotase nih mobil," tukas Karin begitu pantatnya menyentuh kursi.
"Lo kira gue belain jam-jam'an kena macet ini berita bakal engga penting?" sindir Petra.
"Ya, ya, apaan?"
Petra tersenyum lebar seolah dibelakangnya ada drum roll yang digebuk, "Band gue dapet orderan manggung sabtu ini,"
"..."
"Rin?"
Buk! Petra langsung mendapatkan pelukan gratis yang super erat dari cewek itu, "Aaaaa! Tuh kann! Apa gue bilang! Kalau kalian tu emang punya bakat disana!"
"Uhuk, oke Rin, bisa lepas sekarang? Nyeri banget," pinta Petra perlahan beberapa saat kemudian.
"Hahahaha, iya gue lupa! Tapi congratulation, brother! Gue ikutan seneng nih kalau gini!" Karin juga tersenyum lebar.
"Lo harus dateng. Lo yang bilang kalau gue bagus kalau nge-band jadi lo harus dateng,"
"Gue usahain deh," Karin pura-pura sibuk.
"Bodo. Pokoknya Sabtu gue jemput jam lima."
"Nggak bisa git..."
"Bisa."
"Kok gitu sih Pet!"
"Emang Sabtu lo ada acara apa sih?"
"Sial! Jangan remeh gitu dong sama temen sendiri!"
Dan 'perbincangan' itu terus berlangsung.


#nowplaying : Miss Independent - NeYo
"Lo nggak ada pikiran buat nyari cowok, Rin?" tanya Petra tiba-tiba.
Kali itu mereka sedang menikmati late-lunch sepulang bimbel dari sekolah. Petra sudah habis dua porsi nasi goreng dan menunggu Karin yang menikmati sisa-sisa bakminya.
"Kenapa nanyanya gitu?" Karin kaget dan bingung. Meminum es teh manisnya untuk melegakan tenggorokan sedikit.
"Ya engga apa. Lo kan cakep, pinter, baik, kenapa nggak nyari cowok?" Petra mengulang pertanyaannya sambil menatap Karin tajam. Jujur dia pengen tau kenapa. Tiga tahun mereka temenan dan Karin sama sekali nggak pernah pusing soal cowok. Naksir iya, tapi ngga pernah sampai jadi beneran.
Karin tak menjawabnya langsung. Gadis itu justru menyuap sendok terakir mienya, mengunyahnya santai seolah lupa kalau Petra sedang menunggu jawabannya.
"Karena belum cocok, Pet. Lo sendiri kenapa ngga nyari cewek, Mr. Popular?" balas Karin tersenyum usil.
"Hmm, ya.. ya karena belum ada yang cocok." Petra menjawab rikuh.
"Nah. Lagian selama ini gue sama elo mulu. Mungkin itu kali yang bikin kita nggak dapet-dapet pacar," celetuk Karin melipat tangannya ke depan dada dan menerawang ke atas.
"Kok gitu sih?"
"Ya kali aja, Pet. Pikir deh, orang tuh nyari pacar karena mereka butuh temen. Kalo kita kan udah punya temen, makanya nggak bingung banget nyari pacar. Masuk nggak sih logikanya?"
Petra terdiam. Bisu mendadak mendengar penjelasan tanpa busana Karin. Iya sih, logika Karin bener. Dia juga nggak kebayang kalau Karin punya cowok duluan gimana nasibnya dia.
Masa iya homo-an sama Igo?
Ergh. Nggak akan.


"Pet, bentar lagi kamu masuk loh." kata Patrice membuyarkan lamunan Petra.
"Iya. Jangan kangen-kangen yah sama gue. Tiga bulan lagi gue balik dan kamar gue jangan disentuh!" ujar Petra berusaha nggak melankolis.
"Kalau kangen ya gue masuk ke kamar lo, Pet. Paling tidur semalem, hehehe." jawab Patrice nggak peka dengan usaha Petra mengalihkan suasana pembicaraan.
"Okelah, $5 per day," Petra mengerling usil.
Ditengah obrolan mereka tiba-tiba sebuah mobil berhenti dan gadis berambut panjang bergelombang keluar dari sana. Karin nampak manis dengan sweater kebesarannya serta black tights yang membalut kaki kecilnya.
Sedikit berlari ia menghampiri keluarga kecil itu, memberi salam sekilas pada orang tua Petra, Patrice dan Keenan dan langsung memeluk sahabatnya itu.
"Gue kira lo telat bangun dan nggak bakal dateng, nyet." gumam Petra ditengah pelukan Karin.
"Iya tadi alarmnya gue matiin tanpa sadar, untung masih nyempet. Untunggg," Karin tanpa melepaskan pelukannya.
"Belajar baik-baik di sana. Udah jadi pengkhianat temen kalau sampai nggak cum-laude diketawain pager rumah lo," lanjut Karin menyeka satu air matanya yang jatuh.
Ia menghirup bau badan Petra dalam-dalam. Menyimpannya di otak, hati, pikiran. Kali ini bakal jadi kali terlamanya nggak melihat Petra. Petra yang biasanya ia temui dari pagi sampai malam. Yang suaranya sampai bosan kedengaran di kupingnya. Yang bawelnya ngalah-ngalahin Candace, Phineas and Ferb.
Ia membuktikan benar kata orang, boring things yang biasa mereka lakukan, that would be the things, they'll miss the most.
"Iyaa. Kamu jangan nyari cowok dulu ya, Rin." ujar Petra nggak tau kenapa kata-kata itu terlepas dari mulutnya.
"Nggak mau." bantah Karin. Badannya terguncang pelan menandakan kalau ia terkikik geli.
"Serius nih."
"Ya, nanti dilihat lah," Karin lalu melepaskan pelukannya.
Meskipun posisi mereka nggak terlalu dekat dengan keluarga Petra, tapi tetep nggak enak juga kalau meluk anak orang lama-lama. Dikira nanti temen apaan lagi.
"Nih, bawa iPod gue. Tiga bulan lagi kan gue balik, gue bawa iPod lo." kata Petra sambil menyerahkan iPodnya.
            "Pet, lima menit lagi boarding," Ujar Keenan mengingatkan. Petra menoleh dan mengangguk sekenanya.
"Aturan lo makin banyak aja sih, Pet." omel Karin namun tetap menerima iPodnya.
"Udah, nurut aja. Gue berangkat ya, Nyet. Jaga iPod gue baik-baik, dengerin playlistnya." Petra memeluk Karin sekali lagi.
"Udah siap?" tanya Papa begitu mereka kembali ke kerumunan.
"Iya, Pa. Petra berangkat ya semua," pamitnya lalu memeluk satu-satu keluarganya. Cowok itu akhirnya masuk ke dalam sambil berjalan mundur, tersenyum, "I'll be back!" serunya tiba-tiba.
"Dasar anak sableng," gumam Mama ditengah tangisnya. Setidaknya mereka semua tersenyum karena celetukan itu.


Di tengah perjalanan pulang, sambil sesekali mengusap matanya yang berair, yang nggak tau kenapa nggak bisa nurut sama pemiliknya Karin mengambil iPod Petra. iPod dengan leather case hitam itu harta karun Petra. Dia tahu itu tepat.
Karin menyalakannya, dan Petra ternyata sudah menyetelnya di
 #nowplaying : Close to You - Olivia.



This is the story that i tried to write around two years ago. I posted them per chapter in my personal blog, and now i am sharing them here. Hope you enjoy reading.

No comments:

Post a Comment