Mengapa hidup terasa lebih enak ketika kita masih
anak-anak? Pertanyaan itu sering dilontarkan oleh para manusia-manusia di usia
20-30 tahunan. Kangennya kembali ke masa-masa childhood itu bukan karena ingin bisa bersikap childish, tetapi lebih karena anak kecil itu ‘bebas pikiran’.
“Jadi anak kecil itu enak. Hidup kayak ngga punya beban.
Mau apapun dapet, mau ngapain aja terserah, belum tahu kejamnya dunia.”
“Gue sih lebih kangen masa tenangnya ya.
Kayaknya waktu masih kecil itu semua kerasa happy and fun aja.
There’s no backstabber, no fake friends, no drama.”
Masih banyak komentar lain yang mungkin punya inti sama.
Mereka rindu masa kanak-kanak mereka. Tapi mereka sadar ngga sih kalau
sebenernya anak jaman sekarang ini juga ribet? They are all full of dramas too! Look at those tv series! Hahaha joke!
:p Anyway, dibalik semua kangen-kangen itu, sebetulnya ada satu tanda tanya
besar yaitu WHY. Kenapa sih mereka
bisa kangen? Bukannya hidup as a young
adult itu lebih exciting? At least there are people who claimed it.
Mereka yang asik-asik saja menjadi young
adult itulah yang perlu dicontek rahasianya.
Selidik punya selidik, akar dari permasalahan ini adalah as people grow up, they love to COMPLICATE
things. Mau kita akui atau tidak, seiring bertambahnya usia, semua hal yang
kita alami terasa lebih rumit dari sebelumnya. We mixed our wisdom or ability to think with our feeling. All the what
if makes everything becomes difficult and it deter our eagerness to develop. As
a concenquences, banyak elemen yang kita miliki dari kecil itu hilang
karena kita sudah ngga percaya lagi kita bisa melakukan hal-hal yang kita
anggap ngga mungkin, bahwa impossible, is
impossible. Karena ketidak percayaan diri, drama sikut kanan kiri atau backstabber jadi exists. Karena bosan dengan rutinitas dan merasa ngga bisa achieved higher lagi, we blame the world. Dan hanya karena
kita ngga benar-benar mau ngelakuin hal yang kita mau, kita merasa bahwa kita
ngga bisa ngelakuin itu.
Did you rember when
you were a kid, you BELIEVE of anything? You just put your red blanket on your
back and you can be a superman. You hop on on a broom and you can be a witch.
You put your transparant bucket and you can be an astrounot. You wear a fake
wing and you can be a fairy. You can be anything you love, anytime, any place. Dan seandainya papa mama tidak percaya bahwa kamu adalah peri? Apa
yang akan kamu lakukan? Beberapa anak bakal teriak ‘I’m a fairy!! See?? I’m flying!!’ padahal sebenarnya mereka hanya
berlari putar-putar di ruang tamu. Te-ta-pi, orang tua mereka akan tersenyum
dan mengiyakan bahwa mereka adalah peri. Anak yang lain mungkin akan menangis
sekenceng-kencengnya ‘No, Mommy, you just
killed a fairy!’. Mama akan menjawab ‘No,
honey, I don’t want to kill a fairy. I’m sorry’. Lalu anak itu bakal
tersenyum lebar dan bilang ‘To make them
alive, you just need to believe, Mommy.’ Dan masih banyak reaksi-reaksi
lain, but at the end, all of them will
get the same result. By their DETERMINATION, mereka bisa membuat orangtua mereka
percaya. Atau mungkin contoh lain, saking determined-nya,
sering ngga sih ngeliat anak nangis di mall sampai ngga mau pulang sebelum
keinginannya dikabulin? Atau anak yang ngga mau keluar dari toko mainan? Atau
mereka yang terus narik-narik baju orangtuanya dan ngga berhenti ngerengek?
Yeap. Mereka itu se-determined itu. They just won’t stop until they get what
they want. Simple.
Sebagai orang dewasa, kadang susah untuk percaya hal-hal
yang sedikit tidak mungkin buat kita. Semuanya harus dipikir secara nalar.
Dicari logika dari segala masalah, perlu bukti hitam di atas putih. In fact, do you know that your subconcious
mind can do amazing things? It can do things that you think it’s impossible.
Bisa ditanyakan ke Mr.Google tentang the power of unsubconscious mind itu apa
aja karena itulah yang sebenarnya absent
dari adult. Ketika kita benar-benar
percaya akan sesuatu dan menanamkan hal tersebut terus-menerus ke alam bawah
sadar kita, alam bawah sadar kita tidak akan bisa membedakan mana realita dan
imajinasi. Jadi, itulah kekuatan yang mendorong kita untuk bisa do unbelieavable things, karena alam
bawah sadar kita sudah memproyeksikan kesuksesan itu sendiri. Isn’t it what happen with kids? They can’t
tell the difference between imagination and reality. Unfortunately, that’s too
what makes them a winner. J
Banyak hal yang bisa dipelajari dari seorang anak kecil.
Their COURAGE on trying something new
itu four thumbs up banget. Pernah
lihat bayi lagi belajar jalan? Apa reaksi mereka ketika mereka terjatuh?
Beberapa memang menangis, tapi yang lain dan kebanyakan? They laugh! Mereka menganggap kegagalan itu sebuah hiburan bagi
mereka untuk bangkit dan belajar lagi. Dan belajar lagi. Dan belajar lagi.
Sampai mereka bisa. Pernah belajar naik sepeda? Pernah belajar berenang? Ngga
ada namanya belajar naik sepeda ngga pernah jatuh. Ngga ada namanya belajar
berenang ngga pernah hampir tenggelam. Jangan beneran tenggelam dong yaa. Hahaha.
Kan ada gurunya yang ngawasin. Jadi dengan analogi yang sama, kadang kita
terlalu takut untuk mencoba hal baru yang sebetulnya ingin kita coba. Gagal dan
sukses itu satu paket. Kita ngga akan bisa meraih kesuksesan tanpa kegagalan. How can you measure a success if you never
fail? Bagaimana Edison tahu bahwa lampu itu seharusnya menyala terang kalau
lampu sebelumnya tidak pernah mati? Kita diberi kelebihan oleh Tuhan akal dan pikiran
itu untuk membantu kita berpikir lebih tajam dalam mengambil keputusan dan bukannya
malah membuat kita tidak berani untuk maju. Think
far, but not too far. Don’t let your negative minds take over your minds.
Kalau begini kasusnya, apakah masih menyalahkan dunia yang kejam karena kita
masih selalu stuck di posisi kerjaan yang sama dan sudah tidak seproduktif
dulu? Atau memang the problem is actually
you, yourself? Di film The Billionaire, Top Ittipat bilang, ‘There’s no growth in comfort zone, there’s
no comfort in growth zone.’. Pick
which zone do you like because kids will definitely take the growth zone.
The last but not the
least is CREATIVITY and SPONTANEOUS. Idenya anak-anak
itu selalu ngga pernah habis. Adaaaaaaaaaa ajaaaaaaaaa. Dan lucunya lagi,
mereka ngga pernah merencanakan semuanya itu. Dengan spontannya, kata ‘AHA!’
itu terucap sering. Mereka selalu bisa menemukan jalan keluar dari setiap
masalahnya. Contoh gampang, sepupu saya umur 8 atau 9 tahun waktu itu. Dia
pintar secara akademik karena orangtuanya pun menuntut seperti itu. Sebagai
orangtua yang baik, papanya ingin memotivasinya belajar. Papanya menjanjikan
hadiah disetiap akhir tahun akademik jika dia berhasil mempertahankan gelar TOP
3 nya. Cerdasnya, setiap tahun dia selalu meminta hadiah yang berbeda dan tentu
lebih mahal. Dari sekedar mainan, buku, ipod, anak anjing, ipad, laptop, dst. Smart, right? Lalu pada waktu itu, dia
ingin sekali jalan-jalan keluar negeri. Lalu dia mengutarakan niat itu ke
papanya, tapi papanya menolak. Dia diminta untuk cari hadiah lain saja karena
papanya sangat sibuk dan tidak bisa keluar negeri untuk liburan saat itu. Tapi
dia tetap ngotot ngga mau hadiah lain kecuali jalan-jalan. Bahkan sampai nilai
keluar dan dia berhasil juara kelas pun tidak bisa merubah keputusan papanya.
Tidak menyerah, dia pergi ke opa-nya. Dia bilang (dengan lebay) bahwa tahun ini
dia sudah belajar mati-matian dan ingin sekali mendapat hadiah atas kerja
kerasnya tapi papanya tidak mau memberi hadiah. Lalu dia mengajak opa-nya
bertaruh. Kalau dia bisa mendapatkan nilai bagus, dia ingin bisa jalan-jalan
keluar negerti ketika liburan kenaikan kelas itu. Opa-nya yang tidak tahu bahwa
rapot sudah dibagikan pun setuju. Beberapa hari kemudian, dia kembali lagi
untuk menunjukkan nilai straight A’s-nya
dan menagih janji opa-nya. Opa-nya memenuhi janji itu dan memaksa papanya untuk
mengatur kepergian keluar negeri. She
said to me ‘Dad is not the boss!’ hahaha. Isn’t she genius?? Just
because she wants things soooo baaadddd, her minds become creative. Coba
deh try to think one moment in our life
when we want something sooooo baadddd. Didn’t we do whatever it takes to get
it? Dari situlah kreatifitas dan spontanitas muncul, dan itulah yang membuat
hidup kita bisa menjadi lebih berwarna just
like when we were a child.
Sayangnya, kesalahan terbesar yang sering kita lakukan
adalah kita suka segala sesuatu yang serba instan. We love to be a child, but seeing those explanation, there’s a price
that we have to pay which are believe, detemined, courage, creative, and
spontaneous. Siapa bilang jadi anak kecil itu gampang dan enak? Enak karena
sebenarnya kita tidak menyadari apa yang mereka lakukan untuk membuat dunia
mereka terlihat lebih asik. Kita hanya melihat dan menginginkan hasil tanpa
ditempa proses. So, after you know it,
are you guys ready to pay ‘the process’ to get what you want?
Memang ketika kita kecil atau ketika melihat anak kecil, dunia terasa lebih indah, namun itu bisa menjadi aspirasi kita untuk selalu berpikir kreatif dan memiliki keinginan yg kuat.
ReplyDeleteBtw, Menginspirasi banget ni Kez ^^