Sunday, October 14, 2012

Being A Kid Every Day



Mengapa hidup terasa lebih enak ketika kita masih anak-anak? Pertanyaan itu sering dilontarkan oleh para manusia-manusia di usia 20-30 tahunan. Kangennya kembali ke masa-masa childhood itu bukan karena ingin bisa bersikap childish, tetapi lebih karena anak kecil itu ‘bebas pikiran’.

“Jadi anak kecil itu enak. Hidup kayak ngga punya beban.
Mau apapun dapet, mau ngapain aja terserah, belum tahu kejamnya dunia.”

“Gue sih lebih kangen masa tenangnya ya.
Kayaknya waktu masih kecil itu semua kerasa happy and fun aja.
There’s no backstabber, no fake friends, no drama.”

Masih banyak komentar lain yang mungkin punya inti sama. Mereka rindu masa kanak-kanak mereka. Tapi mereka sadar ngga sih kalau sebenernya anak jaman sekarang ini juga ribet? They are all full of dramas too! Look at those tv series! Hahaha joke! :p Anyway, dibalik semua kangen-kangen itu, sebetulnya ada satu tanda tanya besar yaitu WHY. Kenapa sih mereka bisa kangen? Bukannya hidup as a young adult itu lebih exciting? At least there are people who claimed it. Mereka yang asik-asik saja menjadi young adult itulah yang perlu dicontek rahasianya.

Selidik punya selidik, akar dari permasalahan ini adalah as people grow up, they love to COMPLICATE things. Mau kita akui atau tidak, seiring bertambahnya usia, semua hal yang kita alami terasa lebih rumit dari sebelumnya. We mixed our wisdom or ability to think with our feeling. All the what if makes everything becomes difficult and it deter our eagerness to develop. As a concenquences, banyak elemen yang kita miliki dari kecil itu hilang karena kita sudah ngga percaya lagi kita bisa melakukan hal-hal yang kita anggap ngga mungkin, bahwa impossible, is impossible. Karena ketidak percayaan diri, drama sikut kanan kiri atau backstabber jadi exists. Karena bosan dengan rutinitas dan merasa ngga bisa achieved higher lagi, we blame the world. Dan hanya karena kita ngga benar-benar mau ngelakuin hal yang kita mau, kita merasa bahwa kita ngga bisa ngelakuin itu.

Did you rember when you were a kid, you BELIEVE of anything? You just put your red blanket on your back and you can be a superman. You hop on on a broom and you can be a witch. You put your transparant bucket and you can be an astrounot. You wear a fake wing and you can be a fairy. You can be anything you love, anytime, any place. Dan seandainya papa mama tidak percaya bahwa kamu adalah peri? Apa yang akan kamu lakukan? Beberapa anak bakal teriak ‘I’m a fairy!! See?? I’m flying!!’ padahal sebenarnya mereka hanya berlari putar-putar di ruang tamu. Te-ta-pi, orang tua mereka akan tersenyum dan mengiyakan bahwa mereka adalah peri. Anak yang lain mungkin akan menangis sekenceng-kencengnya ‘No, Mommy, you just killed a fairy!’. Mama akan menjawab ‘No, honey, I don’t want to kill a fairy. I’m sorry’. Lalu anak itu bakal tersenyum lebar dan bilang ‘To make them alive, you just need to believe, Mommy.’ Dan masih banyak reaksi-reaksi lain, but at the end, all of them will get the same result. By their DETERMINATION, mereka bisa membuat orangtua mereka percaya. Atau mungkin contoh lain, saking determined-nya, sering ngga sih ngeliat anak nangis di mall sampai ngga mau pulang sebelum keinginannya dikabulin? Atau anak yang ngga mau keluar dari toko mainan? Atau mereka yang terus narik-narik baju orangtuanya dan ngga berhenti ngerengek? Yeap. Mereka itu se-determined itu. They just won’t stop until they get what they want. Simple.

Sebagai orang dewasa, kadang susah untuk percaya hal-hal yang sedikit tidak mungkin buat kita. Semuanya harus dipikir secara nalar. Dicari logika dari segala masalah, perlu bukti hitam di atas putih. In fact, do you know that your subconcious mind can do amazing things? It can do things that you think it’s impossible. Bisa ditanyakan ke Mr.Google tentang the power of unsubconscious mind itu apa aja karena itulah yang sebenarnya absent dari adult. Ketika kita benar-benar percaya akan sesuatu dan menanamkan hal tersebut terus-menerus ke alam bawah sadar kita, alam bawah sadar kita tidak akan bisa membedakan mana realita dan imajinasi. Jadi, itulah kekuatan yang mendorong kita untuk bisa do unbelieavable things, karena alam bawah sadar kita sudah memproyeksikan kesuksesan itu sendiri. Isn’t it what happen with kids? They can’t tell the difference between imagination and reality. Unfortunately, that’s too what makes them a winner. J

Banyak hal yang bisa dipelajari dari seorang anak kecil. Their COURAGE on trying something new itu four thumbs up banget. Pernah lihat bayi lagi belajar jalan? Apa reaksi mereka ketika mereka terjatuh? Beberapa memang menangis, tapi yang lain dan kebanyakan? They laugh! Mereka menganggap kegagalan itu sebuah hiburan bagi mereka untuk bangkit dan belajar lagi. Dan belajar lagi. Dan belajar lagi. Sampai mereka bisa. Pernah belajar naik sepeda? Pernah belajar berenang? Ngga ada namanya belajar naik sepeda ngga pernah jatuh. Ngga ada namanya belajar berenang ngga pernah hampir tenggelam. Jangan beneran tenggelam dong yaa. Hahaha. Kan ada gurunya yang ngawasin. Jadi dengan analogi yang sama, kadang kita terlalu takut untuk mencoba hal baru yang sebetulnya ingin kita coba. Gagal dan sukses itu satu paket. Kita ngga akan bisa meraih kesuksesan tanpa kegagalan. How can you measure a success if you never fail? Bagaimana Edison tahu bahwa lampu itu seharusnya menyala terang kalau lampu sebelumnya tidak pernah mati? Kita diberi kelebihan oleh Tuhan akal dan pikiran itu untuk membantu kita berpikir lebih tajam dalam mengambil keputusan dan bukannya malah membuat kita tidak berani untuk maju. Think far, but not too far. Don’t let your negative minds take over your minds. Kalau begini kasusnya, apakah masih menyalahkan dunia yang kejam karena kita masih selalu stuck di posisi kerjaan yang sama dan sudah tidak seproduktif dulu? Atau memang the problem is actually you, yourself? Di film The Billionaire, Top Ittipat bilang, ‘There’s no growth in comfort zone, there’s no comfort in growth zone.. Pick which zone do you like because kids will definitely take the growth zone.

The last but not the least is CREATIVITY and SPONTANEOUS. Idenya anak-anak itu selalu ngga pernah habis. Adaaaaaaaaaa ajaaaaaaaaa. Dan lucunya lagi, mereka ngga pernah merencanakan semuanya itu. Dengan spontannya, kata ‘AHA!’ itu terucap sering. Mereka selalu bisa menemukan jalan keluar dari setiap masalahnya. Contoh gampang, sepupu saya umur 8 atau 9 tahun waktu itu. Dia pintar secara akademik karena orangtuanya pun menuntut seperti itu. Sebagai orangtua yang baik, papanya ingin memotivasinya belajar. Papanya menjanjikan hadiah disetiap akhir tahun akademik jika dia berhasil mempertahankan gelar TOP 3 nya. Cerdasnya, setiap tahun dia selalu meminta hadiah yang berbeda dan tentu lebih mahal. Dari sekedar mainan, buku, ipod, anak anjing, ipad, laptop, dst. Smart, right? Lalu pada waktu itu, dia ingin sekali jalan-jalan keluar negeri. Lalu dia mengutarakan niat itu ke papanya, tapi papanya menolak. Dia diminta untuk cari hadiah lain saja karena papanya sangat sibuk dan tidak bisa keluar negeri untuk liburan saat itu. Tapi dia tetap ngotot ngga mau hadiah lain kecuali jalan-jalan. Bahkan sampai nilai keluar dan dia berhasil juara kelas pun tidak bisa merubah keputusan papanya. Tidak menyerah, dia pergi ke opa-nya. Dia bilang (dengan lebay) bahwa tahun ini dia sudah belajar mati-matian dan ingin sekali mendapat hadiah atas kerja kerasnya tapi papanya tidak mau memberi hadiah. Lalu dia mengajak opa-nya bertaruh. Kalau dia bisa mendapatkan nilai bagus, dia ingin bisa jalan-jalan keluar negerti ketika liburan kenaikan kelas itu. Opa-nya yang tidak tahu bahwa rapot sudah dibagikan pun setuju. Beberapa hari kemudian, dia kembali lagi untuk menunjukkan nilai straight A’s-nya dan menagih janji opa-nya. Opa-nya memenuhi janji itu dan memaksa papanya untuk mengatur kepergian keluar negeri. She said to me ‘Dad is not the boss!’ hahaha. Isn’t she genius?? Just because she wants things soooo baaadddd, her minds become creative. Coba deh try to think one moment in our life when we want something sooooo baadddd. Didn’t we do whatever it takes to get it? Dari situlah kreatifitas dan spontanitas muncul, dan itulah yang membuat hidup kita bisa menjadi lebih berwarna just like when we were a child.

Sayangnya, kesalahan terbesar yang sering kita lakukan adalah kita suka segala sesuatu yang serba instan. We love to be a child, but seeing those explanation, there’s a price that we have to pay which are believe, detemined, courage, creative, and spontaneous. Siapa bilang jadi anak kecil itu gampang dan enak? Enak karena sebenarnya kita tidak menyadari apa yang mereka lakukan untuk membuat dunia mereka terlihat lebih asik. Kita hanya melihat dan menginginkan hasil tanpa ditempa proses. So, after you know it, are you guys ready to pay ‘the process’ to get what you want?


 By: Kezia

1 comment:

  1. Memang ketika kita kecil atau ketika melihat anak kecil, dunia terasa lebih indah, namun itu bisa menjadi aspirasi kita untuk selalu berpikir kreatif dan memiliki keinginan yg kuat.

    Btw, Menginspirasi banget ni Kez ^^

    ReplyDelete