Tuesday, October 16, 2012

Dari Impian Hingga Injak Korea Selatan.


Awalnya, aku dan teman hanya mencetuskan ‘ide asal’ untuk mengunjungi Korea Selatan. Secara, kami tahu bahwa budaya K-Pop lagi hangat-hangatnya bertelur dan menetas dimana-mana, hampir di seluruh belahan bumi, termasuk Indonesia. Sebagai fans dari K-Pop dan budaya Korea lainnya, aku dan teman memiliki keinginan untuk mengujungi negara induk. Mungkin hal ini juga dirasakan oleh sesama fans K-pop dan memang wajar muncul di pikiran seorang fans. Masih ingat sekali di bulan Oktober 2011, ide itu tercetus “Iya, kita ke Korea Selatan yuk! Siapa tahu bisa ketemu sama artisnya.” Itu khayalan aku dan Rany, temanku. Bulan depannya, pada November 2011, officially, kami membeli tiket lewat secara online di salah satu low cost carrier terkenal, Air Asia. Kami membeli tiket seharga Rp 3.500.000,00 untuk round trip. Harga yang termasuk murah untuk mengunjungi negara impian.

Penghitungan mundur hari keberangkatan sudah kami lakukan sejak 200 hari sebelumnya dan kami juga selalu menggali banyak informasi dari kanan kiri karena kami termasuk nekat buat pergi ke Seoul tanpa tour guide. Untung juga karena aku dan Rany sebelumnya sudah berkenalan dengan seorang teman dari Korea Selatan, kami mendapatkan banyak bantuan. Awalnya terasa lama sekali dan hati sempat gelisah. Namun semakin mendekati hari H, kami semakin excited.
Pada hari Senin 18 Juni 2012, keluarga turut mengantar keluarga turut mengantar keberangkatan anak gadisnya yang pada nekat. Jam 9 pagi kami boarding dan transit dulu ke Kuala Lumpur, di sana waktu kami super pas dan akhirnya, ini saat yang kami tunggu-tunggu, FLY TO SEOUL! Aku dan teman jadi merasa lagu 2PM menjadi sangat nyata dan begitu dekat. Di ruang tunggu saja sudah banyak orang Korea yang sekedar mengobrol maupun berfoto ria. Ada yang keluarga dan ada yang pasangan muda. Hati kami gembira seperti sudah berada di Seoul.
Namun sebuah perjalanan impian juga perlu pengorbanan. Jujur saja, aku dan Rany tidak pernah berada di pesawat selama itu. Dari Surabaya ke Kuala Lumpur selama 3 jam ditambah 7 jam dari Kuala Lumpur ke Korea Selatan. Kepala menjadi agak pusing, duduk menjadi tidak nyaman karena lama di pesawat dan tidak ada kegiatan yang bisa dilakukan.
Kegalauan kembali terhapus ketika kaki kami berdua menginjak bandara Incheon yang meraih penghargaan the best airport in the world 7 kali berturut-turut. Namun masalah baru kembali muncul. Sebelumnya kami sudah janjian dengan Sohyun, teman Korea kami, akan bertemu di bandara untuk memberikan (yang ternyata jadinya bertukar, karena Sohyun juga membawa kue khas Korea Selatan untuk kami) oleh-oleh. Gawatnya, pesawat kami sampai pukul 23.00 KST padahal dijadwalkan akan sampai pukul 21.55 KST. Akhirnya aku dan Rany berlarian (dengan jaim) supaya dapat antrian di depan di imigrasi.
Akhirnya, ide brilian muncul. Aku bertugas mengangkut semua oleh-oleh dan bertemu Sohyun di arrival gate. Rany akan mengklaim bagasi. Aku juga minta maaf sama petugas imigrasi saat itu karena waktu diperiksa, mataku cuma tertuju ke blackberry dan ia menjadi kesal karena hal itu. Kami benar-benar takut Sohyun pulang duluan karena dia memang harus pulang sebelum jam 11 malam. Kami baru bertemu lagi pada hari Kamis atau Jumat, dan oleh-oleh yang kami bawa harus diberikan hari itu juga supaya tidak basi.
Oke, kami pikir ini ide bagus dan aku bergegas keluar dengan membawa paspor. Ketika keluar, sederetan wartawan memakai pakaian rapi telah berjejer sambil bersiaga membawa kamera dan voice recorder. Aku pikir, ada apaan ini, apakah gara-gara ada dua gadis dari Indonesia nekat pergi sendiri ke Korea Selatan? Ah, mana mungkin, khayalan tingkat tinggi itu. Kakao Talk (aplikasi chatting yang terkenal di Korea Selatan untuk android dan smartphone) tiba-tiba macet lagi, jadi nggak bisa menghubungi Sohyun. Aku sudah mondar-mandir di Arrival Gate 2 kali dan belum menemukan Sohyun. Apakah ini takdir, tidak bisa bertemu dengan teman Korea kami yang baik hati? Akhirnya aku ke bagian tenagh-tengah dekat pintu masuk dan melihat seorang gadis memegangi android yang tengah membuka aplikasi Kakao Talk. Mungkin ini dia, akhirnya aku beranikan diri menyapanya “Ehm, Sohyun?” Gadis Korea itu menoleh dan ternyata memang benar Sohyun! Kita berjabat tangan dan bertukar oleh-oleh. Lega dan senang sekali akhirnya bisa bertemu dengan Sohyun, yang awalnya kita hanya berkenalan via jejaring sosial. Ketika Sohyun menanyakan temanku, baru aku ingat nasibnya yang harus mengangkat koper-koper besar.
Aku memutuskan untuk masuk kembali, dan bertanya pada petugas yang berjaga di dekat pintu keluar tadi. 
Dengan berbekal kenekatan, mengumpulkan sekelumit keberanian, dengan bahasa Korea sebisanya campur bahasa Inggris, bertanyalah aku pada sang petugas “Permisi, Pak. Saya tadi dari dalam, sekarang mau masuk lagi karena teman saya di dalam. Tadi saya keluar untuk memberikan oleh-oleh buat teman Korea saya. Bolehkah saya masuk lagi?” Harapanku, si petugas bakal mengerti, mengecek pasporku, lalu mempersilahkan aku buat masuk lagi. Namun, kenyataannya, dia cuma pasang tampang bingung sambil tergagap-gagap menerangkan dalam bahasa Inggris (kayaknya dia nggak seberapa bisa berbahasa Inggris). 
Lalu mungkin karena dia merasa pusing sendiri dan kasihan aku nggak ngerti, petugas itu membawa aku ke petugas satunya (yang lebih bisa berbahasa Inggris tentunya). Ketika aku menjelaskan hal yang sama, petugas itu mengecek pasporku dan langsung memperbolehkan aku masuk.
Pas berjalan masuk, ternyata temanku dengan muka sudah tertatih-tatih sudah mendorong trolley berisi koper-koper. Setelah bertemu Sohyun, kita langsung mencari jalan pulang. Karena sudah larut malam, Sohyun yang tinggal di Incheon dan kami yang menginap di daerah Hongik University harus pulang menggunakan AREX, semacam express train yang hanya berhenti di beberapa titik daerah di Seoul. Mencari jalannya tidak mudah, dan ternyata Sohyun juga tidak tahu! Akhirnya dengan segala usaha (orang-orang lain ternyata pada ngikutin kita), kita berhasil naik ke kereta yang cukup sepi malam itu dengan tiket sekali jalan sebesar 4,850 won (sekitar Rp 41.000).
Temanku duduk bersama Sohyun, dan aku duduk di seberang mereka. Selama di perjalanan kami sangat canggung karena tidak tahu apa yang harus dibicarakan. Ketika bicara pun kadang kami tidak dapat menangkap beberapa kalimat, begitu pula dengan Sohyun karena pronounciation yang berbeda. Namun, malam itu kami bahagia sekali melihat pemandangan Seoul di malam hari. Ada lampu yang berkelap kelip meski gelap malam mendominasi pemandangan malam itu.
Sohyun harus turun duluan karena rumahnya di Incheon, kami merasa tidak enak karena dia seharusnya bisa naik bis yang direct, tapi karena menunggu kami, dia jadi harus ikut naik AREX. Kami berdua merasa beruntung sudah bertemu Sohyun karena dia benar-benar baik. Tinggal aku dan temanku yang harus melanjutkan petualangan ini. Muka kami sudah kusam dan benar-benar lelah (Sohyun juga bilang hal yang sama). Tenaga kami hampir habis walau hati ini meluap-luap senangnya. Sesampainya di stasiun Hongik University atau biasa disebut stasiun Hongdae. Perlu diketahui bahwa Hongdae terkenal dengan daerah yang dipenuhi anak muda yang hip dan sangat mengikuti mode. Banyak klub malam di sini dan butik-butik indah yang dapat menawan mata tiap gadis.
Meski sempat kesulitan ketika mencari vending machine untuk mengembalikan kartu, tapi kami berhasil selamat dan bisa keluar di exit 2. Kebetulan, kami mendapat guesthouse murah, yaitu Seoulwise Guesthouse yang berada di Hongdae exit 2. Jika melihat dari peta, guesthouse itu berjarak ‘lumayan dekat’ dari stasiun. Namun ketika kita berjalan, dengan kelelahan di pundak, dan koper besar yang harus kami tarik, kami jadi merasa jaraknya jauh juga. Sesampai di sana, kami harus membayar untuk biaya penginapan sampai hari terakhir. Saat kami sampai, ternyata ada seorang turis dari Singapura juga yang baru tiba. Turis cowok yang lumayan cakep dan a-gentleman-type
Kita diberi kunci kamar dan dijelaskan mengenai beberapa aturan yang berlaku di Seoulwise Guesthouse. Pemilik Seoulwise Guesthouse bernama Young, dia yang mengurus semuanya. Mulai dari administrasi hingga bersih-bersih kamar. Kami nggak menanyakan umurnya, namun kira-kira dia berada di akhir 30 atau awal 40. Orangnya baik dan ramah, serta ternyata dia merupakan fan dari girlband besutan SM Town, F(X)! Saat itu memang lagu Electric Shock milik F(X) baru saja keluar, Young sering sekali memutar lagu itu dan bersenandung.
Setelah sampai di kamar dan beres-beres barang, kami merasa belum saatnya kami tidur, perut yang lapar harus diisi dengan makanan dulu. Kami memutuskan untuk pergi ke GS 25, sebuah convenience store yang buka 24 jam di dekat guest house. Aku dan Rany menyantap ramen (di Korea Selatan disebut ramyeon) malam itu di convenience store tersebut. Hari pertama di Korea ditutup dengan kenyang menikmati ramyeon nikmat dan kermbali ke guest house untuk mandi lalu tidur. Aku dan Rany bersiap untuk melanjutkan petualangan hari esok yang pasti menakjubkan.

Korea Selatan sendiri merupakan negara yang maju pesat pada zaman sekarang. Negara ini mulai diperhitungkan karena tampaknya pertumbuhan ekonomi mereka benar-benar bertumbuh, ditambah industri pop mereka, pasokan devisa dari sektor wisata benar-benar melejit seperti roket. Tertarik dengan kisah petualangan aku dan Rany di Seoul, nantikan cerita berikutnya di Myeongdong dan Namsan Seoul Tower. 
Annyeong!



By: @xenwoo
http://xena168.blogspot.com

No comments:

Post a Comment